Desa Kosong

Kala itu aku sedang jalan-jalan dengan dua orang temanku, gusti dan yadi. Kita pergi ke suatu daerah perbukitan untuk mengambil foto dengan pemandangan yang bagus, kami harus bersungguh-sungguh dan bekerja keras demi hasil yang baik agar kami bisa lulus tugas akhir untuk sidang sekolah kejuruan kami.

Matahari kian tenggelam pertanda waktu akan malam. Karena lelah mengambil gambar, kami berhenti untuk singgah sementara di suatu desa dekat bukit. Pada gapura desa tertulis "Selama datang di Desa Telaga Muara". Sesampainya disana kami bertanya pada warga sekitar untuk menunjukkan jalan ke masjid agar kami bisa shalat, beristirahat dan menginap semalam.

Warga disana terlihat begitu aneh, mereka tidak banyak bicara dan tatapan mereka begitu tajam kepada orang asing. Ada satu orang disana yang menunjukan kami jalan ke masjid tapi dia menawarkan kami untuk menginap dirumahnya saja karena perjalanan ke masjid terlalu berbahaya untuk orang asing.

Kami tidak ingin merpotkan warga sekitar dan memutuskan untuk menginap di masjid saja. Setengah perjalanan ke masjid, wajah Gusti tampak begitu pucat kedinginan. Entah kenapa akupun merasa ada hal yang aneh. Seperti ada orang lain yang mengikuti kami. 

Yadi mengisyaratkan agar kita beristirahat sejenak karena langit nampak akan hujan. Aku menolaknya karena lebih cepat lebih baik kalau kita sampai ke masjid dulu. Ketika kami melanjutkan perjalanan ada seorang kakek ditemani dengan anaknya menghampiri kami. 

Kami bertanya apakah letak masjid disana masih jauh dari sini. Mereka menjawab bahwa disana bukanlah masjid, itu adalah tempat yang sudah lama tidak berpenghuni. Ia juga berkata bahwa di desa ini masjid baru saja akan dibangun. Kami nampak ketakutan mendengar pernyataan mereka. Kami heran kenapa orang yang menunjukkan jalan ke masjid berbohong.

Mereka menawarkan kami untuk menginap daripada harus lelah berjalan lagi. Ketika sampai dirumahnya, mereka menawarkan kami makanan untuk makan malam. Terlihat banyak anggota keluarga dirumahnya, ada anak perempuan seusia kami tampak begitu pendiam. Kami semua duduk dan makan bersama sambil berbincang-bincang tentang desa ini.

Lama kami berbincang hingga larut malam membuat kami lelah. Yadi berpamit pada kami untuk tidur duluan. Perbincangan kami dengan kakek dan anggota keluarganya sangatlah seru sampai kami tidak memikirkan untuk tidur. Mereka berbicara tentang keyakinan yang ada didesa bahwa orang-orang desa sini meyakini kalau kita tertidur disini kita tidak bisa bangun lagi makanya orang-orang disini tidak pernah tidur. Sontak aku dan Gusti kaget mendengar ucapannya lalu dalam sekejap pikiranku kosong dan tiba-tiba terjadi gempa yang begitu besar.

Sambil tersenyum mereka berkata agar kami tidak perlu khawatir karena ini gempa bulanan yang sering terjadi. Ini membuat aku dan Gusti semakin takut, kami tertimpa reruntuhan bangunan rumah. Saat itu pula aku sudah tak sadar diri.

Ditengah siang yang terik aku terbangun. Kulihat gusti masih tak sadarkan diri. Badannya penuh dengan lumpur begitu pula dengan badanku. Aku tak tau apa yang telah terjadi dan akupun tak tau dimana Yadi berada.

Dengan lemas aku membangunkan Gusti untuk mencari Yadi. Sambil memopong tangan Gusti, dengan tubuh yang lesu kami berjalan. Betapa terkejutnya kami melihat Yadi tertusuk tangkal pohon yang runcing dengan tubuh terbaring tergantung.

Kami tak berdaya, tak percaya dan ingin menangis tapi tertahan karena kami sungguh tidak menduganya. Kami berjalan ke arah Yadi untuk mengangkatnya. Dari arah kejauhan ada sekumpulan orang datang entah dengan tujuan apa. Mereka berkata bahwa mereka adalah TIMSAR dan salah satu dari mereka bertanya kenapa kami bisa sampai sini, kami hanya menjawab kami kemari karena ada tugas dari sekolah kami.

Ia berkata bahwa bukit ini bukan tempat yang aman, setiap orang yang datang kemari sulit untuk kembali. Tempat ini seperti alam lain, hal-hal aneh selalu terjadi dan sudah banyak yang mengalami. Kami tertegun mendengar cerita mereka. 

Aku mengatakan semuanya kepada mereka tentang desa Telaga Muara dengan penduduk yang bersikap aneh dengan keyakinan bahwa orang yang tidur di desa itu tidak bisa bangun lagi sehingga mereka tidak pernah tertidur. Petugas TIMSAR menunjukan sikap yang biasa-biasa saja mendengar cerita kami lalu mereka berkata bahwa ini bukan pertama kali yang mereka dengar.

Para petugas segera mengevakuasi jenazah Yadi sedangkan aku dan Gusti diajak oleh mereka ke mobil bantuan untuk diantar pulang. Ditengah perjalanan aku hanya berpikir bahwa aku telah mengunjungi tempat yang berbahaya yang seharusnya tidak pernah aku kunjungi. Ini akan aku ingat sebagai perjalanan yang berbahaya dalam hidupku dimana aku kehilangan seorang temanku.

Ditengah perjalanan pulang terdengar suara gemuruh kencang yang ternyata itu adalah longsoran tanah dari atas bukit. Mobil yang kami tumpangi tertimpa reruntuhan longsoran itu. Mobilnya terguling ke dalam jurang, aku lihat semua orang dalam mobil sudah terluka parah, aku coba menyelamatkan diri tapi ketika membuka pintu mobil dari arah atas ada batu besar yang menimpaku. 

Aku terbangun tapi hal yang kulihat sungguh aneh. Aku melihat tubuhku dan dan tubuh Gusti ada di atas ranjang yang didorong oleh beberapa orang-orang dan suster, entahlah sepertinya aku berada dirumah sakit. Dan lebih anehnya aku melihat Yadi ternyata masih hidup, ia menangis melihat tubuhku dan tubuh Gusti yang terbujur kaku. 

Ini semua aneh, kenapa aku bisa melihat tubuhku sendiri dan mengapa Yadi mengabaikanku padahal aku memanggilnya. Aku melihat Yadi dan orang-orang lainnya masuk kedalam sebuah kamar yang tertulis diatas pintu adalah Ruang UGD. Aku heran ketika aku mencoba memegang Yadi tapi tangannya tak bisa kusentuh. Aku hanya mendengar Yadi menangis sambil berkata "Maafkan aku teman-teman, harusnya aku menyelamatkan kalian agar kalian tidak terlalu lama bersama mereka. Harusnya aku mengingatkan kalian bahwa mereka makhluk ilusi yang berbahaya yang membawa kita kedalam alam lain. Maafkan aku yang hanya bisa menyelamatkan diriku sendiri dan tidak mengajak kalian untuk tidur kala itu. Aku pura-pura ingin tidur karena aku takut dengan mereka dan kala itu  aku ingat sebelum kita ke desa itu kita terpeleset dan jatuh kedalam jurang dan aku punya firasat bahwa kita telah diajak bicara oleh makhluk yang berbeda dengan kita, makanya aku ingin menjauh tapi maaf aku tidak mengingatkan kalian. Saat aku sadar dari tidur aku lihat kalian terluka parah. Aku segera mencari pertolongan tapi nahas kalian sudah tidak bernafas lagi. Aku minta maaf teman." 

Mendengar kata-kata Yadi, aku sadar bahwa aku dan Gusti lah yang sudah tiada.

Komentar